Thursday, July 24, 2008

Susi Susanti (Bagian I)
Setelah Sepuluh Tahun Gantung Raket
Oleh admin
Kamis, 09-Agustus-2007, 08:22:27 1662 klik Send this story to a friend Printable Version

Susi memberikan kebebasan pada anak-anaknya untuk memilih karir karena merasa Indonesia belum memberikan jaminan apapun kepada seorang atlet. Tidak seperti Tiongkok maupun negara lain yang telah menyadari prestasi olahraga dapat membawa nama bangsa.

Antara Menjadi Ibu dan Membangun Bisnis

Susi Susanti adalah pebulu tangkis wanita terbesar yang pernah dimiliki Indonesia bahkan dunia. Kehamilan membuatnya gantung raket lebih cepat. Kini, mayoritas waktu peraih medali emas Olimpiade 1992 itu dihabiskan untuk mengasuh dua putra dan satu putri buah perkawinannya dengan Alan Budikusuma.

----------

Ketika menjadi pemain, Susi Susanti identik dengan rambut dikuncir ala ekor kuda dan poni, dropshot silang, serta rentangan kaki ke lapangan untuk menyelamatkan bola sulit. Pebulutangkis asal Tasikmalaya itu juga langganan juara. Selama sepuluh tahun berkarir, gelar grand prix, kejuaraan dunia, hingga Olimpiade pernah dia rebut.

Setelah sepuluh tahun gantung raket, penampilan Susi banyak berubah. Kuncir rambut dan poni sudah tidak ada lagi. Susi membiarkan rambutnya yang sebahu, terurai. Dengan tubuh yang tidak lagi tampak atletis, Susi berpenampilan seperti ibu-ibu kebanyakan.

''Junior (anak, Red) saya sudah ada tiga, wajar kan kalau tak selangsing dulu,'' kata Susi pada Jawa Pos sambil menyuap putra keduanya, Albertus Edward (7) di rumahnya di kawasan perumahan elite Gading Kirana, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Dari pernikahannya dengan Alan Budikusuma sepuluh tahun silam, Susi dikaruniai tiga orang anak. Laurencia Averina (8) adalah putri pertama pengantin emas Olimpiade 1992 Barcelona tersebut. ''Saya pikir dua anak cukup, hamil dan melahirkan itu capek rasanya. Eh, kok malah diberi yang ketiga, ya sudah kan nggak bisa nolak lagi,'' kenang Susi seraya mengalihkan suapannya pada putra bungsunya, Sebastianus Fredrick (4).

Susi kini benar-benar menikmati ''karirnya'' sebagai seorang ibu. Setiap pagi, dia turun tangan langsung mempersiapkan segala keperluan anak-anaknya yang akan bersekolah. Termasuk untuk urusan mengantarkan anak-anak kesekolah.

Susi pun tidak pernah memaksa anaknya untuk menjadi atlet bulutangkis yang telah membesarkan namanya. Untuk mengikuti jejak sang ibu atau bapak, seharusnya mulai sekarang anak-anaknya mulai berlatih tepok bulu. Susi mulai turun ke lapangan sejak usia 5 tahun dan mulai serius melangkah menjadi pemain sejak berusia 7 tahun.

''Saya memberikan kebebasan kepada anak-anak. Mereka lebih memilih menyanyi untuk kegiatan sehari-hari. Sedangkan olahraganya aikido dan renang,'' bebernya.

Kelonggaran yang diberikan Susi itu tak lepas dari padatnya jadwal sekolah formal yang dilakoni anak-anaknya. Laurencia bahkan sudah harus meninggalkan rumah sejak pukul 06.00 WIB dan pulang ke rumah setelah pukul 14.00 WIB. Sedangkan dua putranya memulai aktivitas di sekolah mulai pukul 10.00 WIB dan tiba di rumah pada 14.00 WIB. ''Cuma setengah jam kami berkumpul, setelah itu 14.30 mereka harus berangkat ke tempat-tempat lesnya masing-masing,'' ucapnya.

Susi memberikan kebebasan pada anak-anaknya untuk memilih karir karena merasa Indonesia belum memberikan jaminan apapun kepada seorang atlet. Tidak seperti Tiongkok maupun negara lain yang telah menyadari prestasi olahraga dapat membawa nama bangsa.

''Biarlah anak-anak saya fokus ke sekolah, kalau jadi atlet nggak bisa setengah-setengah. Dan sesudah prestasinya habis, sudah dia tak akan dipakai lagi. Kalau anak-anak mau memilih bulu tangkis dan ternyata bisa syukur, kalau tidak ya tidak apa-apa,'' tuturnya.

Selain sibuk mendampingi perkembangan dan pertumbuhan ketiga anaknya, Susi juga disibukkan dengan dua usaha yang dimilikinya, yakni Fontana Reflexy, serta perusahaan peralatan olahraga Astec (Alan & Susi Tecnology).

Semua kesibukan itu cukup menghabiskan waktu Susi. Karena itu, dia menolak ajakan PB PBSI untuk melatih di pelatnas Cipayung. Sumbangsih pada dunia bulutangkis dilakukan dengan cara menggelar kejuaraan usia dini. (femi diah nugrahani/indopos.co.id)

No comments: