Thursday, July 24, 2008

Tony Gunawan
Pergi untuk Gelar Sarjana, Dapat Juara Dunia
Oleh admin
Kamis, 01-Mei-2008, 09:26:15 886 klik Send this story to a friend Printable Version

Pada 2002, tim nasional bulutangkis Indonesia kehilangan salah seorang pemain terbaiknya, Tony Gunawan. Dia hijrah ke Negeri Paman Sam untuk menjadi pemain sekaligus pelatih timnas. Bagaimana kabarnya kini?

Tony Gunawan, Pebulutangkis ''Ekspor'' Tersukses Indonesia di Amerika Serikat

Pada 2002, tim nasional bulutangkis Indonesia kehilangan salah seorang pemain terbaiknya, Tony Gunawan. Dia hijrah ke Negeri Paman Sam untuk menjadi pemain sekaligus pelatih timnas. Bagaimana kabarnya kini?
Brazil adalah negeri pengekspor pemain sepak bola terbesar. Ribuan seniman kulit bundar dari Negeri Samba bertebaran di Eropa hingga Asia. Motif uang dan kesempatan bermain di even bergengsi seperti Piala Dunia menjadi penyebab.

Meski tidak sesukses Brazil, Indonesia juga menjadi pengekspor atlet. Sebagai salah satu kiblat bulutangkis dunia, pebulutangkis Indonesia cukup laris di negara-negara Eropa, Amerika, bahkan Asia.

Alasannya pun hampir sama dengan penyebab pesepak bola Brazil berganti kewarganegaraan, yakni kuota Cipayung, markas pelatnas bulutangkis Indonesia, begitu terbatas. Daripada tidak bisa berlaga di even Internasional, banyak yang memilih membela negara lain. Iming-iming gaji tinggi di luar negeri membuat ekspor pebulu tangkis kian marak.

Timnas Singapura saat ini mulai pelatih hingga pemain didominasi produk pembinaan bulutangkis Indonesia. Timnas Hongkong pun dibela oleh dua pemain asal Jawa Timur. Di Timnas Australia, Aditya Sundoro, pebulutangkis asal Klaten (Jawa Tengah), menjadi pelatih sekaligus pemain.

Di antara sekian banyak ekspor pebulutangkis, 'transaksi' paling heboh adalah kepergian Tony Gunawan ke Amerika Serikat pada 2002. Kala itu, pecinta bulutangkis tanah air begitu kehilangan salah seorang pemain terbaik tersebut. Dua tahun sebelumnya, dia sukses merebut medali emas Oimpiade 2000 Sydney di nomor ganda pria berpasangan dengan Candra Wijaya.

Alasan untuk mendapatkan tempat di timnas tentu saja tidak relevan. Sebab, Tony pada saat itu merupakan salah satu tulang punggung tim Merah Putih. Alasan uang? Tony maupun Candra adalah salah seorang pebulutangkis paling makmur di tanah air.

Lantas, kenapa dia pergi ke Amerika? Ternyata, cita-citanya menjadi sarjana membuatnya pergi ke Negeri Paman Sam. Dia rela pergi jauh untuk mendapatkannya karena ingin gelar itu diraih dari universitas bergengsi.

''Semua gelar internasional di bulutangkis telah saya dapatkan. Berarti, obsesi tertinggi saya di dunia itu telah tercapai. Karena itu, saya ingin mengejar cita-cita di bidang lain,'' ujar Tony.

Dia menempuh pendidikan teknik komputer (computer engineer) di Devry University di Pamona, California. Itu menjadi kesibukan tambahannya selain melatih dan bermain bulutangkis di Orange County Badminton Club.
Namun, kesuksesannya di dunia bulutangkis tak mampu merembet ke dunia pendidikan. Kesibukan Tony bermain olahraga tepok bulu menyita banyak waktunya. Akibatnya, dia di-drop-out pada 2006.

Sebelumnya, dia mengajukan cuti pada 2005. Seharusnya, maksimal cuti selama dua semester saja. Namun, karena terlalu sibuk, cuti itu molor dan dia di-DO.

''Kala itu, saya terlalu sibuk, menjalani empat profesi sekaligus. Yakni, sebagai mahasiswa, pelatih serta pemain bulutangkis, dan karyawan di perusahaan swasta Qwip Technology,'' bebernya.

Salah satu penyebab Tony lupa pada kuliahnya adalah persiapannya tampil di Kejuaraan Dunia 2005. Pada saat itu, dia berpasangan dengan Howard Bach untuk membela Amerika. Dalam even tersebut, mereka sukses menjadi juara dunia.

Kalau ditimbang untung ruginya, Tony sebenarnya tidak perlu merisaukan kegagalannya menjadi sarjana. Pengorbanannya itu berbuah gelar juara dunia. Catatan tersebut menjadikan Tony sebagai pebulutangkis ekspor paling sukses.

''Saya berhasil mencetak sejarah untuk perbulutangkisan Amerika Serikat,'' ucapnya penuh bangga. Kesuksesannya itu membuat dia terkenal di AS. Jadwalnya untuk menghadiri pertandingan ekshibisi semakin padat. Akibatnya, pekerjaannya sebagai akuntan di Qwip Technology, sebuah perusahan elektronik, jadi korban kedua.

''Kini, saya mulai berusaha meritis usaha di bidang trading,'' paparnya. Di pagi hari mulai pukul 07.00-09.30, dia harus datang ke klub untuk membimbing pebulutangkis kelompok dewasa berlatih. Pukul 10.30-14.00, dia pun memulai pekerjaannya di perdagangan saham bersama beberapa saudaranya. ''Pukul 16.00-18.00, saya berlatih bersama para pemain junior,'' paparnya. (luq/ang)

(Sumber: indopos.co.id)

2 comments:

yudiwah said...

maju terus badminton indonesia!!!

Nizza a.k.a Enis said...

mw tax klub badminton dewasa didaerah jogja/bantul dimana ya thanks